6 Kapal Kandas di Banten, DPP INSA Desak Dirjen Hubla Bertindak Tegas

2 months ago 42

loading...

Enam kapal kandas yang belum ditangani di wilayah pesisir Pandeglang, Banten. FOTO/dok.SINDOnews

JAKARTA - Saat ini, terdapat sedikitnya enam kapal kandas yang belum ditangani di wilayah pesisir Pandeglang, Banten. Keenam kapal tersebut terdiri dari tongkang Mannalines yang kandas di wilayah Bayah, tongkang Nautica 25 di Pulau Tinjil, tongkang Titan 36, Kapal Motor Felya, tongkang DBD 3028, serta tug boat Daya 28. Bahkan, kemungkinan masih ada kapal-kapal atau tongkang lainnya yang mengalami hal serupa.

Tiga unit tongkang telah dipotong-potong sebagian oleh pemborong besi tua di lokasi kejadian, sementara tiga unit lainnya masih terbengkalai meskipun sudah berbulan-bulan. Diduga, kapal-kapal ini menunggu pembeli besi tua untuk diproses lebih lanjut.

Baca Juga

Kronologi Kapal Penarik Tongkang Tenggelam di Perairan Selat Sunda

Pengurus DPP INSA, Zaenal Hasibuan, menilai lambannya penanganan kecelakaan kapal ini disebabkan oleh kurangnya kompetensi aparat Syahbandar di KUPP Kelas 3 Labuan. Sebagian aparat di sana tidak memenuhi standar kompetensi, sertifikasi, dan kualifikasi yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

"Bunyi Undang-Undang tersebut jelas menyatakan bahwa rekrutmen, rotasi, mutasi, dan promosi ASN harus mengacu kepada kompetensi, kualifikasi, serta sertifikasi pegawai negeri yang bersangkutan," tegas Zaenal dalam pernyataannya, Senin (10/2/2025).

Menurutnya, ketidakkompetenan aparat ini menyebabkan mereka lebih memilih berdiam diri di kantor daripada mendatangi lokasi kejadian untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menyebutkan penanganan kecelakaan kapal adalah tanggung jawab Syahbandar.

"Parahnya lagi, alih-alih menjadi bagian dari pemerintah yang memimpin serta memerintahkan pemilik kapal untuk segera mengevakuasi kapalnya, mereka lebih memilih membantu mencari pembeli besi tua agar kapal-kapal tersebut dapat dipotong di lokasi kejadian. Hal ini sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 2013 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 27 Tahun 2022, khususnya Pasal 14 yang menyatakan bahwa penyingkiran kapal harus diselesaikan dalam waktu maksimum 180 hari setelah kejadian," jelasnya.

Hal itu semakin diperburuk dengan tidak adanya rotasi jabatan bagi pejabat-pejabat tersebut sesuai dengan kemampuan mereka. Di tempat lain, setiap kali terjadi kecelakaan pelayaran, Syahbandar selalu menjadi pejabat pertama yang datang ke lokasi kejadian untuk mengevaluasi dan memberikan bantuan yang diperlukan. Namun, di Banten, mereka malah memilih diam di kantor.

"Melihat sikap Syahbandar seperti ini, sudah seharusnya Direktur Jenderal Perhubungan Laut mencopot atau minimal memindahkan pejabat-pejabat tersebut ke posisi yang lebih sesuai dengan keterbatasan mereka," tandas Capt. Zaenal.

Dampak dari ketidakmampuan Syahbandar sangat fatal bagi Kabupaten Pandeglang, yang memiliki alur laut ramai dan sering mengalami gelombang besar. Pantai-pantai di sana kini berubah menjadi kuburan kapal yang tidak ditangani.

Read Entire Article
Aceh Book| Timur Page | | |