Akar Kegagalan Startup di Asia Tenggara, Ini Faktornya

2 days ago 16

loading...

Di tengah derasnya investasi, ekosistem startup Asia Tenggara masih seringkali diguncang kasus dan penutupan sejumlah perusahaan ternama. Foto/Dok

JAKARTA - Di tengah derasnya investasi, ekosistem startup Asia Tenggara masih seringkali diguncang kasus dan penutupan sejumlah perusahaan ternama. Sebuah whitepaper mengungkapkan bahwa tingginya tingkat kegagalan startup berakar pada faktor struktural dalam perancangan dan tata kelola.

Whitepaper berjudul The Corporate Venture Valley of Death, disusun oleh venture builder Wright Partners bersama konsultan inovasi MING Labs lewat program Corporate Venture Launchpad 3.0 (CVL 3.0) yang didukung EDB Singapura, menemukan bahwa problem yang sama juga banyak terjadi pada startup berbasis VC. Mulai dari kekeliruan dalam memetakan permasalahan, tata kelola yang rapuh, serta ketidakcocokan profil pendiri dengan kebutuhan skala dan disiplin eksekusi.

Baca Juga: Potensi Bisnis Startup Masih Terbuka, Intip Strateginya

Berbekal pengalaman meluncurkan tujuh ventura di bawah program CVL serta proyek bersama deretan korporasi lainnya, Wright Partners dan MING Labs menghadirkan sudut pandang praktisi tentang alasan mengapa begitu banyak startup di Asia Tenggara yang berhasil maupun gagal.

“Corporate venture building memberikan gambaran langsung ke dinamika lapangan yang menjelaskan mengapa banyak perusahaan di Asia Tenggara yang tidak mampu bertahan lama. Pada dasarnya, tanpa tata kelola yang kuat, founders yang tepat, dan disiplin eksekusi, kegagalan akan terus berulang," ungkap Founding Partner at Wright Partners, Ziv Ragowsky.

Kegagalan struktural di ekosistem startup Asia Tenggara

Secara global, sekitar 90% startup mengalami kegagalan, termasuk startup di Asia Tenggara. Namun menurut Wright Partners, penyebab kegagalan startup di kawasan ini bukan hanya sekadar siklus pendanaan atau sentimen investor, melainkan masalah utamanya adalah kegagalan struktural yang menjalar di seluruh ekosistem.

Salah satu isu terbesar adalah tata kelola yang lemah. Dari unicorn yang didukung VC hingga ventura korporat, terlalu banyak startup di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang kolaps akibat skandal, lemahnya pengawasan, dan ketidaktepatan pengelolaan.

Pada saat yang sama, Asia Tenggara menghadapi kesenjangan kualitas pendiri: dibandingkan Silicon Valley, jumlah founder berpengalaman dan pengusaha “gelombang kedua” (second-time founders) di kawasan Asia Tenggara masih lebih sedikit. Akibatnya, banyak perusahaan berada di tangan pemimpin yang minim pengalaman scale-up atau disiplin tata kelola.

Read Entire Article
Aceh Book| Timur Page | | |