loading...
Seorang pekerja industri minyak dan gas berjalan saat mengoperasikan anjungan pengeboran di ladang Zhetybay di wilayah Mangystau, Kazakhstan, 13 November 2023. FOTO/Reuters
JAKARTA - Harga minyak jatuh menjadi USD65 per barel akhir pekan lalu. Penurunan ini disebabkan oleh tarif impor Amerika Serikat (AS) dan kenaikan pasokan dari OPEC+ yang tidak terduga, yang mengurangi harga patokan global sebesar USD10 per barel.
Harga minyak sempat menguat pada awal minggu lalu ketika Presiden AS, Donald Trump, memberlakukan tarif terhadap negara-negara yang membeli minyak mentah dari Venezuela. Namun, harga minyak berbalik arah pada Jumat, dengan harga Brent turun ke USD65, yang merupakan level terendah sejak 2021.
Menurut oilprice.com, gabungan efek dari tarif impor Trump, keputusan OPEC+ yang dianggap tidak tepat dalam mempercepat pengurangan produksi, serta tindakan pembalasan dari China, telah menghapus USD 10 per barel dari harga minyak global.
Harga ICE Brent turun di bawah USD65 per barel untuk pertama kalinya sejak Agustus 2021. Selain itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD4,96, atau 7,4 persen dan berakhir USD61,99.
"Melihat kemunduran yang hampir tidak berubah dibandingkan dengan awal minggu dapat diasumsikan bahwa tarif AS menjadi faktor penentu perubahan harga. Namun demikian, minggu ini tidak akan tercatat sebagai minggu yang baik dalam sejarah pasar minyak," tulis oilprice.com.
Tarif pembalasan China terhadap barang-barang AS telah memperburuk perang dagang, yang membuat investor memperkirakan kemungkinan resesi yang lebih tinggi. China sebagai importir minyak terbesar di dunia, mengumumkan akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 34% untuk semua barang dari AS mulai 10 April.
Menurut Reuters, negara-negara di seluruh dunia telah mempersiapkan pembalasan setelah Trump menaikkan tarif ke level tertinggi dalam lebih dari satu abad. Selain tarif, faktor lain yang semakin menekan harga minyak adalah keputusan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan negara-negara sekutunya untuk mempercepat rencana peningkatan produksi.
Kelompok ini kini bertujuan untuk menambah 411.000 barel per hari ke pasar pada Mei, lebih tinggi dibandingkan dengan rencana sebelumnya yang hanya 135.000 barel per hari.
(nng)