Ekonom Ingatkan Kebijakan Tarif Picu Bencana Ekonomi Global Seabad yang Lalu

16 hours ago 7

loading...

Presiden AS Donald Trump memegang sebuah grafik saat berbicara dalam acara pengumuman perdagangan Make America Wealthy Again di Rose Garden di Gedung Putih pada hari Selasa di Washington, D.C. FOTO/Reuters

JAKARTA - Kebijakan tarif baru yang diterapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, telah menimbulkan keresahan di pasar domestik dan internasional. Kenaikan tarif impor terhadap sejumlah negara mitra dagang ini menimbulkan kekhawatiran bahwa konsumen akan menanggung beban yang berat, yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga barang-barang kebutuhan sehari-hari.

Tarif tersebut dikhawatirkan dapat memicu kemerosotan ekonomi global, mengingatkan pada Depresi Besar yang terjadi hampir seabad yang lalu. Depresi Besar adalah bencana ekonomi yang dimulai pada Oktober 1929 dan berlangsung selama hampir satu dekade, menjadi salah satu periode terburuk dalam sejarah dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Pada 1933, sekitar 12.830.000 orang kehilangan pekerjaan, dan negara-negara seperti Jerman dan Inggris juga mengalami penurunan ekonomi.

Pada awal abad ke-20, Pemerintah AS beralih ke sistem perdagangan bebas dan mengadopsi pajak penghasilan federal pada 1913, yang mengurangi ketergantungan pada tarif. Namun, pada 1930, Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley yang menerapkan tarif tinggi hingga hampir 60% disahkan, beberapa bulan setelah Depresi Besar dimulai.

Beberapa faktor berkontribusi pada Depresi Besar. Pada 1920-an, yang dikenal sebagai "Roaring Twenties," ekonomi tumbuh pesat dan pasar saham berkembang. Namun, Federal Reserve yang dibentuk pada 1913 menaikkan suku bunga yang dibebankan pada bank-bank anggota yang meminjam uang, yang menyebabkan jumlah uang yang beredar menyusut.

Akibatnya, orang Amerika kesulitan memperoleh kredit, baik untuk konsumsi maupun untuk memulai atau mengembangkan bisnis. Hal ini memperburuk penurunan ekonomi yang sudah terjadi, yang puncaknya adalah jatuhnya pasar saham pada Oktober 1929 dan lebih dari 9.000 kegagalan bank antara 1929 hingga 1933.

Presiden Herbert Hoover tidak hanya menandatangani Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley meskipun banyak ekonom menentangnya, tetapi ia juga memberlakukan Undang-Undang Pendapatan 1932 yang meningkatkan tarif pajak penghasilan dari 25% menjadi 63%.

"Hoover menaikkan pajak karena ia berpikir penting untuk menyeimbangkan anggaran. Namun, kebijakan ini justru memperburuk aktivitas ekonomi," kata Marcus Witcher, asisten profesor sejarah ekonomi di West Virginia University dikutip dari NPR, Senin (7/4/2025).

Kombinasi faktor-faktor ini menghasilkan "badai ekonomi sempurna" yang memperburuk krisis ekonomi. Tarif yang diterapkan melalui Undang-Undang Smoot-Hawley memperburuk Depresi Besar dan merenggangkan hubungan internasional.

Read Entire Article
Aceh Book| Timur Page | | |