loading...
Tiga negara non-BRICS di kawasan Afrika Barat, yakni Burkina Faso, Mali, dan Niger, menyatakan rencana untuk meluncurkan mata uang baru. FOTO/Katoikos.world
JAKARTA - Tiga negara non-BRICS di kawasan Afrika Barat, yakni Burkina Faso, Mali, dan Niger, menyatakan rencana untuk meluncurkan mata uang baru sebagai bagian dari upaya melepaskan diri dari pengaruh ekonomi bekas penjajah dan dominasi mata uang asing, seperti dolar Amerika Serikat dan franc CFA.
Rencana tersebut pertama kali diumumkan pada 2023, dengan menyebutkan inspirasi dari inisiatif serupa yang diusung kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan). Ketiga negara yang saat ini diperintah oleh rezim militer itu berharap mata uang baru dapat menjadi simbol kedaulatan dan pembebasan dari warisan kolonialisme Prancis.
"Mata uang ini adalah langkah pertama untuk membebaskan diri dari warisan penjajahan," kata Jenderal Abdourahmane Tiani, kepala pemerintahan militer di Niger, dikutip dari Watcher Guru, Senin (11/5).
Baca Juga: Campakkan BRICS, Arab Saudi Incar Kesepakatan dengan AS Rp1.651 Triliun
Selain membahas soal mata uang, Burkina Faso, Mali, dan Niger juga membentuk aliansi pertahanan bernama Aliansi Negara-Negara Sahel (Alliance of Sahel States/AES). Namun hingga kini belum ada informasi lanjutan terkait rencana konkret peluncuran mata uang tersebut, termasuk mekanisme pembentukan dan implementasinya.
Sejumlah analis menilai peluncuran mata uang baru di tingkat regional bukan perkara mudah. Selain membutuhkan stabilitas politik dan ekonomi, keberhasilan sebuah mata uang sangat bergantung pada kepercayaan publik dan pasar global. Saat ini, ketiga negara tersebut menghadapi tantangan besar, baik dari sisi infrastruktur keuangan, kondisi ekonomi domestik, maupun legitimasi pemerintahan.
"Meluncurkan mata uang baru lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. BRICS saja belum berhasil sepenuhnya dengan rencana mata uang bersama, apalagi negara-negara dengan kekuatan ekonomi terbatas seperti Burkina Faso, Mali, dan Niger."
Baca Juga: Pakistan Tangkap Pilot Perempuan Pertama India setelah Pesawatnya Ditembak
Sejumlah pihak menilai wacana ini masih bersifat politis dan retoris, sebagai bentuk pernyataan simbolik terhadap kekuatan asing, ketimbang rencana yang siap dilaksanakan. Minimnya kemajuan di lapangan juga memperkuat keraguan terhadap keseriusan dan kapabilitas pemerintah di ketiga negara tersebut dalam merealisasikan proyek mata uang bersama.
(nng)