loading...
Data IMF menunjukkan bahwa pangsa dolar AS dalam cadangan devisa global telah turun ke titik terendah dalam hampir 30 tahun. FOTO/Ilustrasi
JAKARTA - Data terbaru yang diterbitkan oleh Dana Moneter Internasional ( IMF ) menunjukkan, pangsa dolar AS dalam cadangan devisa global telah turun ke titik terendah dalam hampir 30 tahun.
Mengutip Russia Today, Jumat (27/12/2024), statistik yang dilacak oleh lembaga yang berpusat di Washington tersebut menunjukkan bahwa pangsa dolar AS dalam cadangan resmi turun sebesar 0,85% antara Juli dan September tahun ini, dan sekarang berada pada 57,4% – level terendah sejak 1995. IMF tidak memberikan statistik untuk tahun-tahun sebelumnya.
IMF menandai tren tersebut pada bulan Juni, ketika mencatat dalam blog resminya bahwa penurunan dolar terjadi di tengah upaya diversifikasi oleh negara-negara di seluruh dunia. Misalnya, sementara data menunjukkan bahwa pangsa dolar AS telah terus menurun selama tiga kuartal terakhir, pangsa mata uang "nontradisional" telah meningkat.
Dolar AS juga telah kehilangan pijakannya terhadap euro. Pada kuartal ketiga, pangsanya melonjak menjadi 20,02% dibandingkan dengan 19,75% pada kuartal kedua. Investasi global dalam yen Jepang telah melonjak selama enam kuartal terakhir, dengan pangsanya di kuartal ketiga sebesar 5,82%.
Data juga menunjukkan penghentian penurunan pangsa yuan China dalam kepemilikan valas global, yang berlangsung selama sembilan kuartal. Pada kuartal ketiga, pangsa yuan naik menjadi 2,17%.
Meskipun tren menurun, dolar sejauh ini tetap menjadi mata uang cadangan utama, statistik IMF menunjukkan. Sementara di posisi kedua adalah euro.
Status greenback yang telah lama berlaku sebagai mata uang dominan dunia telah terancam dalam beberapa tahun terakhir di tengah kekhawatiran atas melonjaknya utang AS dan sanksi yang telah dijatuhkan Washington kepada para pesaingnya, termasuk Rusia.
Sebagai bagian dari sanksi anti-Rusia yang menyusul eskalasi konflik Ukraina pada Februari 2022, AS menghentikan transaksi dolar di bank sentral negara itu. Kemudian, Rusia melarang ekspor uang kertas dolar ke negara tersebut dan mempelopori upaya pembekuan aset Rusia di luar negeri.
Majalah Foreign Affairs menulis pada bulan Juni bahwa sanksi terhadap Rusia "tidak diragukan lagi telah membuat bank sentral lain bertanya-tanya apakah dana darurat berdenominasi dolar mereka sendiri akan dikunci jika pemerintah mereka berselisih dengan Washington."
Sementara itu, sanksi telah memaksa Rusia untuk melakukan de-dolarisasi. Menurut data bulan September, Moskow dan mitranya di blok ekonomi BRICS sekarang menggunakan mata uang nasional dalam 65% penyelesaian perdagangan bersama.
Dalam pidato di KTT BRICS di Kazan pada bulan Oktober, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa persenjataan dolar oleh Washington melalui sanksi dan penolakan akses negara-negara ke sistem keuangan Barat adalah "kesalahan besar" yang akan memaksa mereka "untuk mencari alternatif lain, yang sedang terjadi."
(fjo)