Penyebaran Wabah Flu Burung, Koalisi NGO Desak Penghentian Peternakan Pabrik

2 weeks ago 13

loading...

Tahun ini wabah flu burung kembali merebak di berbagai belahan dunia. Indonesia juga masih merupakan daerah endemis Flu Burung. Ilustrasi/SINDOnews

JAKARTA - Sebuah studi terbaru dari Universitas Harvard mengungkapkan kaitan erat antara peternakan industri dan risiko penyakit zoonotik (penyakit yang dapat berpindah dari hewan ke manusia). Laporan tersebut merekomendasikan pengurangan industri peternakan hewan intensif secara global sebagai langkah penting untuk mengurangi ancaman pandemi di masa depan.

”Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) juga mengonfirmasi hal ini, menegaskan bahwa peternakan industri intensif berpotensi memicu pandemi berikutnya jika tidak ada perubahan signifikan dalam praktik-praktik tersebut,” kata Direktur Pengelola AFFA Among Prakosa dalam siaran pers, Jumat (13/12/2024).

Baca Juga

Virus Flu Burung Terdeteksi dalam Kemasan Susu Mentah

Tahun ini wabah flu burung kembali merebak di berbagai belahan dunia. Indonesia juga masih merupakan daerah endemis Flu Burung. Setiap tahun sejak 2005, sebagian besar wabah terjadi di belahan bumi utara, kecuali, menurut data World Organisation for Animal Health (WAHIS), tiga tahun berturut-turut, pada 2008, 2009, dan 2019 Indonesia menjadi negara yang melaporkan jumlah wabah akibat ungags terbanyak.

Peternakan industri dengan kondisi yang padat dan kurang higienis, menciptakan lingkungan yang ideal bagi penyebaran penyakit seperti H5N1. Hewan-hewan hidup dalam kepadatan ekstrem dengan langkah-langkah biosekuriti yang minim, memperburuk potensi penularan penyakit tersebut.

Indonesia mencatat jumlah kasus dan kematian akibat flu burung (H5N1) tertinggi di dunia. Sejak virus ini pertama kali terdeteksi pada burung di awal tahun 2004, Indonesia menjadi pusat perhatian dalam upaya pengendalian wabah. Lebih dari 29 juta burung di seluruh Indonesia dimusnahkan sebagai langkah penanggulangan.

Kini, pemerintah terus memperkuat pengawasan dan langkah pencegahan, terutama setelah laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang infeksi H9N2 terbaru di India. Upaya ini menegaskan komitmen Indonesia dalam melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah penyebaran virus ini lebih luas.

Act for Farmed Animals (AFFA), Koalisi NGO Sinergia Animal dan Animal Friends Jogja,
menegaskan bahwa solusi untuk krisis H5N1 sudah jelas yakni mengakhiri peternakan pabrik. Sistem ini menciptakan kondisi ideal bagi penyakit untuk berkembang dan menyebar ke manusia yang mengancam kesehatan global.

Untuk itu, AFFA mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengambil langkah nyata: meningkatkan kesejahteraan hewan, memperkuat biosekuriti, dan beralih ke sistem pangan berbasis nabati. Solusi ini bukan hanya lebih sehat untuk manusia, tetapi juga lebih ramah bagi bumi yang kita tinggali bersama.

Di Indonesia, salah satu inisiatif untuk mempromosikan makanan berbasis nabati dan pola hidup sehat adalah Nutrisi Esok Hari. Sejak inisiasi ini di mulai di tahun 2021, Nutrisi Esok Hari telah bekerjasama dengan 16 institusi di Indonesia.

Baca Juga

10 Kampus dengan Jurusan Peternakan Terbaik di Indonesia, Ini Prospek Menjanjikan Lulusannya

Melalui inisiatif ini, institusi mendapatkan dukungan dan panduan gratis untuk menggantikan produk hewani dengan alternatif berbasis nabati. “Krisis flu burung ini adalah bukti nyata bahaya dari pola hidup yang tidak berkelanjutan serta industri peternakan intensif,” lanjutnya.

“Sudah saatnya kita menghentikan pendanaan untuk praktik-praktik merusak ini dan mulai berinvestasi dalam alternatif berbasis nabati yang lebih manusiawi, berkelanjutan, dan melindungi kesehatan serta keanekaragaman hayati,” ujarnya.

(poe)

Read Entire Article
Aceh Book| Timur Page | | |