loading...
Jajaran pimpinan hingga karyawan di Shikoku Bank menandatangani komitmen tidak biasa dengan kontrak darah yang bersumpah bakal bunuh diri jika terlibat dalam praktik penyimpangan keuangan. Foto/Dok
JAKARTA - Jajaran pimpinan hingga karyawan di Shikoku Bank menandatangani komitmen tidak biasa dan terbilang ekstrem demi mempertahankan praktik bisnis perbankan yang sehat. Menurut situs web bank asal Jepang itu, sebanyak 23 karyawan termasuk Presiden Miura telah menandatangani dokumen berstempel darah untuk bersumpah tidak terlibat dalam praktik penyimpangan keuangan .
Dalam ikrar tersebut juga mencakup ketentuan untuk "bunuh diri" jika mereka terbukti bersalah atas penggelapan atau aksi penipuan lainnya.
Janji itu secara eksplisit menyatakan: "Siapa pun yang dipekerjakan oleh bank ini yang telah mencuri uang atau menyebabkan orang lain mencuri uang dari bank, akan membayarnya dengan hartanya sendiri dan kemudian bunuh diri."
Dokumen yang ditandatangani itu, disebut merupakan peninggalan dari pendahulu Bank Shikoku yang dianggap sebagai simbol sejarah akuntabilitas dalam operasional bank.
Akar Sejarah dan Budaya
Praktik seppuku, atau hara-kiri adalah bentuk ritual bunuh diri yang berasal dari Jepang, dan sering dikaitkan dengan seorang samurai. Secara historis, hal itu dilakukan untuk menjaga kehormatan pribadi atau keluarga dalam menghadapi kegagalan atau aib.
Mengambil tradisi budaya tersebut, Shikoku Bank menggambarkan janji darah yang dibuat sebagai representasi abadi dari "etika dan rasa tanggung jawab, tidak hanya sebagai karyawan bank tetapi juga sebagai anggota masyarakat."
Seperti dilansir the economic times bahwa, sumpah darah ini bukan hanya simbolis. Menurut situs web bank, jika ditemukan penyimpangan keuangan, pihak yang bersalah wajib membayar terlebih dahulu nasabah yang terkena dampak sebelum melakukan seppuku.
KontrakDarah Viral di Media Sosial
Sumpah darah belum lama ini mendapat perhatian publik ketika tangkapan layar dari situs web Shikoku Bank dibagikan di media sosial X (sebelumnya Twitter). Postingan itu membandingkan akuntabilitas ketat bank-bank Jepang dengan dampak yang relatif lunak dan sering terlihat dalam sistem perbankan Amerika.
Seorang pengguna berkomentar, "Sekarang jelas mengapa mereka semua memiliki begitu banyak uang tunai di neraca mereka."
Sementara yang lainnya berkata, "Pakta ini memiliki beberapa getaran Perang Dunia II."
Pendapat yang dilontarkan para pengguda medsos sangat bervariasi, dengan beberapa menyebut praktik itu merupakan budaya "abad pertengahan" yang tidak lagi relevan. Sedangkan yang lain memuji komitmenn kuat terhadap etika. "Betapa menyenangkannya abad pertengahan. Dunia membutuhkan lebih banyak sikap seperti ini," kata seorang netizen.