loading...
Pemerintah didorong mengevaluasi harga gas domestik. FOTO/dok.SINDOnews
JAKARTA - Pemerintah masih mengkaji kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) sebesar USD6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri dan ada wacana untuk mencabut subsidi HGBT. Ada juga pendapat yang menginginkan subsidi dihapus, meski gas merupakan salah satu komponen biaya utama dalam bidang industri.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengatakan sudah waktunya pemerintah melakukan audit penerapan harga gas alam di dalam negeri, baik yang untuk industri maupun untuk rakyat. Sebab, harga gas Indonesia saat ini sudah terlalu tinggi, jika dibanding dengan harga gas alam internasional yang hanya USD3,21 per MMBTU.
"Kita ini salah satu penghasil gas alam terbesar dunia, bahkan baru saja ditemukan sumber gas di Aceh yang jauh lebih besar 18 kali lipat dari yang di hasilkan di Arab Saudi. Seharusnya harga gas alam di Indonesia sama dengan yang di berlakukan di Arab Saudi, yaitu USD0,5 per MMBTU," ujar BHS, dalam pernyataannya, Selasa (17/12/2024).
Dia menyebutkan harga gas industri yang disubsidi hanya untuk tujuh sektor industri, yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet adalah USD6 per MMBTU. Sementara yang tidak mendapatkan subsidi mayoritas produk industri adalah USD11-12 per MMBTU, tergantung klasifikasi industri.
Ketentuan itu, katanya, sangat mahal dan tinggi sekali harganya, bandingkan dengan harga gas industri di Malaysia yang sebesar USD4,5 per MMBTU. Sementara, harga gas industri di Thailand adalah USD5,5 per MMBTU dan harga gas industri di Vietnam sekitar USD6,39 per MMBTU.
"Bagaimana industri kita bisa bersaing di domestik maupun internasional jika harga gas alam untuk industri di Indonesia dua sampai tiga kali lipat dari negara-negara Asia Tenggara tersebut, apalagi di sektor pertanian, industri pupuk mempunyai total biaya 70 persennya adalah komponen dari gas alam," jelas Bambang.
BHS menjelaskan jika harga subsidi HGBT untuk pupuk dikembalikan normal maka harga pupuk akan meningkat tajam, bisa-bisa dua kali lipat. Kondisi itu tentu akan menyulitkan produksi pertanian di Indonesia dan harga beras yang saat ini sudah sangat mahal, sehingga akan menjadi jauh lebih mahal.
Bambang yakin pemerintahan Prabowo akan memperhatikan kondisi ini untuk tidak mencabut subsidi HGBT, bahkan akan mempertimbangkan harga gas alam untuk industri menjadi USD6 per MMBTU untuk semua jenis industri.
"Kita harapkan bisa turun menjadi sama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya sehingga harga produk industri akan murah dan daya beli masyarakat kembali meningkat," tandasnya.
Kebijakan ini, katanya, akan lebih meningkatkan iklim usaha industri yang ada di Indonesia sehingga tidak gulung tikar maupun berpindah ke negara lain yang dampaknya akan meningkatkan pengangguran. Dengan kebijakan itu, diharapkan industri di negara lain berminat masuk ke Indonesia sehingga ekonomi menjadi tumbuh 8% sesuai target yang diinginkan Presiden Prabowo.
(nng)