loading...
Aruna kian berkomitmen untuk mendukung terwujudnya program makan bergizi gratis dengan melakukan kolaborasi bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Foto/Dok
JAKARTA - Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga di Indonesia pada kuartal II tahun 2024 lalu berkontribusi sebesar 54.53% terhadap PDB nasional. Dari jumlah persentase yang relatif besar ini, 22.69% di antaranya dialokasikan untuk konsumsi makanan dan minuman selain restoran.
Mengetahui hal tersebut, program makan bergizi gratis yang tengah ramai diperbincangkan menjadi lebih masuk akal untuk direalisasikan. Oleh karenanya, Aruna kian berkomitmen untuk mendukung terwujudnya program tersebut dengan melakukan kolaborasi bersama mitra yang memiliki fokus serupa.
Kendati konsumsi makanan dan minuman selain restoran mendominasi pengeluaran rumah tangga, pemenuhan gizi, terutama protein, masih menunjukkan ketimpangan yang cukup signifikan di antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2019 menyatakan bahwa Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian yang dinilai ideal adalah 2,100 kkal untuk energi dan 57 gram untuk protein per kapita per hari.
Di sisi lain, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi masyarakat Indonesia masih berada sedikit di bawah AKG, yakni 2,087.64 kkal per kapita per hari. Untuk konsumsi protein, Indonesia sejatinya sudah melampaui angka yang disarankan, yakni 62.33 gram per kapita per hari. Hanya saja, capaian ini belum merata.
Dilihat dari kelas sosialnya, kelompok penduduk 20% terbawah hanya mengonsumsi 1,663.05 kkal per hari, tertinggal jauh oleh kelompok penduduk 20% teratas yang mencapai 2,504.91 kkal. Sama halnya dengan protein - kelompok terbawah hanya mengonsumsi 45.76 gram per hari. Sementara kelompok teratas mencapai 81.22 gram, hampir dua kali lipat lebih tinggi daripada kelompok terbawah.
Hal ini juga paralel terjadi pada angka konsumsi ikan, udang, cumi, kerang, dan daging. Karena sumber proteinnya berkualitas tinggi, protein hewani dinilai memiliki harga yang lebih tinggi, sehingga pembelian hanya dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat yang berada.
Dengan demikian, Aruna menyimpulkan bahwa ketidakseimbangan ini bukan hanya tentang ketersediaan produk, tetapi juga daya beli yang lemah.
Co-Founder dan Chief Operating Officer Aruna, Indraka Fadhlillah mengatakan, “Anggaran untuk program ini mencapai Rp450 triliun dan ditujukan untuk menjangkau 81 juta orang. Jumlahnya fantastis, ya, melebihi jumlah penduduk Singapura. Dengan skala sebesar ini, semua keputusan harus berdasarkan riset dan data yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu, kami sudah mulai melakukan penyelarasan melalui advokasi dengan berbagai pihak."
Sebagai contoh, pada awal Desember 2024 lalu, Aruna menginisiasi PKS dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang secara khusus ditujukan untuk memperkuat pengelolaan perikanan berkelanjutan. Indraka hadir untuk mewakili Aruna dalam penandatanganan PKS tersebut, sedangkan KKP diwakili oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Lotharia Latif.