Pemilik Lahan Gugat BPN Surabaya, Dugaan Sertifikat UNESA Cacat Hukum

1 week ago 25

Surabaya, Timurpos.co.id – Sengketa pertanahan kembali mencuat di Kota Surabaya. Seorang warga bernama Frengky Abrahams resmi menggugat Kantor Pertanahan Kota Surabaya I (BPN Surabaya I) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Gugatan tersebut dilayangkan menyusul terbitnya Sertipikat Hak Pakai (SHP) No. 20/Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri, yang diduga menyalahi prosedur penerbitan dan menyerobot sebagian tanah milik penggugat.

Dalam berkas gugatan yang telah didaftarkan di PTUN Surabaya, penggugat melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa penerbitan Sertipikat Hak Pakai (SHP) No. 20/Lidah Kulon oleh Kepala Kantor Pertanahan Surabaya I pada 9 Oktober 2019, yang diperuntukkan bagi Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Universitas Negeri Surabaya (UNESA), kini berganti nama menjadi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI, telah merugikan kepentingan hukum penggugat.

Tanah Diduga Berkurang 560 Meter Persegi

Frengky Abrahams diketahui memiliki sebidang tanah seluas 1.860 m² berdasarkan Letter C Desa No. 3620, Persil 15, Klas D.III, yang dibelinya secara sah dari Anastasius Marimin pada tahun 1997. Namun, hasil pengukuran yang dilakukan pada 17 Juni 2025 menunjukkan bahwa lahan tersebut kini tinggal 1.300 m², atau berkurang sekitar 560 m².

Penggugat menuding bahwa pengurangan tersebut terjadi karena sebagian lahannya masuk ke dalam area SHP No. 20/Lidah Kulon, yang diterbitkan untuk UNESA. Parahnya, penerbitan sertifikat tersebut dilakukan tanpa persetujuan batas dari penggugat sebagai pemilik lahan yang berbatasan langsung.

“Pada saat dilakukan pengukuran dan penerbitan sertifikat, pihak UNESA selaku pemohon hak pada saat itu tidak pernah meminta tanda tangan atau persetujuan tertulis batas-batas dari kami. Setelah dicek, ternyata tanah kami masuk ke dalam sertifikat yang diterbitkan untuk pihak lain,” ungkap kuasa hukum Frengky. DR. ANNER MANGATUR SIANIPAR, S.H., M.H., CTA., CCL. dalam gugatannya, Selasa (11/11/2025).

Diduga Terbit Saat Masih Ada Sengketa di Mahkamah Agung

Lebih lanjut, gugatan juga mengungkap fakta bahwa sertifikat tersebut diterbitkan ketika tanah terkait masih dalam proses sengketa di Mahkamah Agung RI.

Sengketa sebelumnya tercatat dalam Akta Permohonan Kasasi Nomor 67/Akta/Pdt.Kasasi/2020/PN.Sby, terkait perkara perdata antara Frengky Abrahams dan pihak lain. Proses kasasi baru dicabut oleh penggugat pada 6 Juni 2024 sesuai Penetapan No. 4504 K/Pdt/2024 tanggal 17 Oktober 2024. Artinya, sertifikat diterbitkan saat status tanah masih dalam proses hukum aktif, sehingga dinilai cacat hukum secara administratif dan yuridis.

Dalam argumentasinya, pihak penggugat menilai bahwa penerbitan sertifikat pada saat objek masih disengketakan melanggar Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mensyaratkan adanya kesepakatan batas-batas tanah antar pemegang hak yang berbatasan.

Berdasarkan keterangan dalam gugatan, Frengky baru mengetahui adanya penerbitan sertifikat tersebut pada 17 Juni 2025, saat dirinya melakukan pemasangan banner batas tanah dan pengukuran lapangan secara mandiri.

Sejak saat itu, penggugat mengirimkan surat keberatan kepada Kantor Pertanahan Surabaya I sebanyak dua kali, yaitu Surat Keberatan No. 93/AMS/Keb./VI/2025 tertanggal 30 Juni 2025 dan Surat No. 110/AMS/Keb./VII/2025 tertanggal 16 Juli 2025. Namun hingga gugatan ini diajukan, BPN Surabaya I belum memberikan jawaban tertulis atas keberatan tersebut.

Karena tidak ada respon administratif dalam batas waktu 10 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, penggugat pun menempuh jalur hukum melalui PTUN Surabaya.

“Gugatan ini diajukan pada hari ke-38 sejak diketahui adanya kerugian, sehingga masih dalam tenggang waktu 90 hari sebagaimana diatur undang-undang,” kata Anner.

Memenuhi Unsur Keputusan Tata Usaha Negara

Dalam petitum gugatannya, Frengky menilai bahwa Sertipikat Hak Pakai No. 20/Lidah Kulon memenuhi seluruh unsur Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Sertifikat tersebut dinilai sebagai penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang (Kepala BPN Surabaya I), bersifat individual dan final, serta menimbulkan akibat hukum langsung bagi penggugat, yaitu berkurangnya luas tanah miliknya. Oleh sebab itu, PTUN Surabaya dinilai berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut.

Diduga Abaikan Prosedur Pendaftaran Tanah

Selain itu, dalam uraian gugatan disebutkan bahwa BPN Surabaya I diduga mengabaikan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1998 yang mensyaratkan pemeriksaan lapangan dan persetujuan batas sebelum penerbitan sertifikat baru.

Penggugat juga menuding adanya indikasi ketidaksesuaian data pengukuran antara dokumen sertifikat dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. “Proses pengukuran tidak dilakukan dengan kehadiran semua pihak yang berbatasan, dan hasilnya tidak akurat,” ungkapnya.

Atas dasar itu, Frengky melalui kuasa hukumnya memohon agar Majelis Hakim PTUN Surabaya membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 20/Lidah Kulon, serta memerintahkan BPN Surabaya I untuk mencabut dan membatalkan penerbitannya.

Ia juga meminta agar tanah seluas ±560 m² yang masuk ke dalam SHP tersebut dikembalikan sebagai bagian dari kepemilikan sahnya sesuai bukti peralihan yang telah terdaftar di notaris dan tercatat dalam dokumen desa.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan lembaga pendidikan negeri ternama, Universitas Negeri Surabaya (UNESA), serta memunculkan dugaan kelalaian prosedural dari lembaga pertanahan.

Praktisi hukum menilai perkara ini bisa menjadi preseden penting bagi perlindungan hak masyarakat terhadap kesalahan administrasi pertanahan. Jika terbukti terjadi pelanggaran dalam proses penerbitan, maka Sertipikat Hak Pakai dapat dibatalkan demi hukum. Tok

Jumlah Pengunjung 11

Read Entire Article
Aceh Book| Timur Page | | |