Gresik, Timurpos.co.id – Lembaga Ecoton bersama 10 komunitas lingkungan akan mendeklarasikan perjuangan menuntut pengakuan hak-hak Sungai Brantas sebagai entitas hidup yang memiliki jiwa dan martabat setara makhluk lainnya.
Koordinator Kampanye Ecoton, Alaika Rahmatullah, menegaskan bahwa kondisi Sungai Brantas dalam satu dekade terakhir semakin mengkhawatirkan akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dibiarkan tanpa penegakan hukum yang kuat.
“Kerusakan Sungai Brantas selama 10 tahun terakhir semakin parah. Pemerintah terbukti abai membiarkan sungai tercemar dan rusak. Sungai Brantas harus dipulihkan sebagai sumber kehidupan bagi warga Jawa Timur dan harus mendapatkan keadilan. Maka, perlu pengakuan negara atas hak-hak Sungai Brantas sebagai makhluk hidup,” tegas Alaika, alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid Situbondo.
Ia menambahkan, Sungai Brantas bukan sekadar sumber air atau jalur ekonomi, melainkan entitas hidup yang memiliki hak, jiwa, dan martabat.
Pendamping masyarakat Ecoton, Amurudin Muttakin, juga mengecam tindakan manusia yang memperlakukan Sungai Brantas secara semena-mena.
“Segala bentuk pencemaran industri dan perilaku masyarakat yang menjadikan Sungai Brantas sebagai tempat sampah adalah tindakan dzalim yang menginjak nilai keadilan bagi alam. Sungai Brantas adalah nadi kehidupan Jawa Timur — mengalir dari hulu hingga hilir membawa sejarah, budaya, dan kehidupan bagi manusia, hewan, serta seluruh ekosistem yang bergantung padanya,” ujarnya.
Menurut Amurudin, selama berabad-abad Sungai Brantas mengalami perusakan dan pengabaian akibat keserakahan manusia dan kebijakan pembangunan yang tidak berkeadilan ekologis.
Deklarasi Hak-Hak Sungai Brantas
Besok, Rabu (15/10/2025), Ecoton bersama 10 lembaga dan komunitas lingkungan akan mendeklarasikan perjuangan hak-hak Sungai Brantas di Dusun Glagamalang, Desa Bambe, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik.
Dalam kegiatan tersebut, Ecoton akan memasang papan larangan berisi informasi mengenai kondisi pencemaran logam berat, E.coli, dan mikroplastik di Sungai Brantas. Masyarakat dihimbau tidak menggunakan air Kali Surabaya untuk minum, mandi, atau berenang karena kadar pencemarannya tinggi.
Setelah itu, sebanyak 12 aktivis Ecoton akan menyusuri Sungai Brantas Hilir menggunakan dua perahu karet dan empat kanu untuk melakukan inventarisasi sumber pencemaran sekaligus mensosialisasikan hak-hak Sungai Brantas kepada warga di sepanjang aliran sungai.
Tujuh Hak Sungai Brantas
Alaika Rahmatullah menjelaskan, gagasan pengakuan hak-hak atas Sungai Brantas lahir dari kesadaran bahwa sungai adalah makhluk hidup dan subjek hukum ekologis yang memiliki hak-hak melekat dan tidak dapat dicabut oleh siapa pun.
Tujuh hak tersebut meliputi:
1. Hak untuk hidup dan mengalir secara alami, tanpa hambatan, polusi, atau manipulasi yang merusak keseimbangannya.
2. Hak untuk tetap utuh secara ekologis, termasuk anak sungai, bantaran, rawa, dan makhluk hidup di dalamnya.
3. Hak untuk bebas dari pencemaran, eksploitasi berlebihan, dan perusakan oleh aktivitas manusia.
4. Hak untuk dipulihkan jika mengalami kerusakan akibat tindakan manusia atau kebijakan yang merusak alam.
5. Hak untuk diwakili dan dibela secara hukum dan moral oleh masyarakat, lembaga adat, akademisi, dan penjaga sungai (Guardians of Brantas).
6. Hak untuk dihormati dalam setiap kebijakan pembangunan dan tata ruang.
7. Hak untuk diwariskan kepada generasi mendatang dalam kondisi yang sehat, lestari, dan berkeadilan ekologis. Tok
Jumlah Pengunjung 10