Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin (3/11) menguak jaringan narkotika yang melibatkan narapidana Lapas Porong hingga dua buronan yang masih berkeliaran di luar. Tiga perempuan, Stevany Asyia Wowor, Sisilia Martha, dan Nurul Afrillya divonis bersalah atas dua perkara berbeda: sabu dan pil ekstasi.
Majelis Hakim yang dipimpin Pujiono menjatuhkan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 3 bulan kurungan. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum Suparlan yang meminta 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Namun di balik angka vonis tersebut, tersimpan kisah rumit soal rantai distribusi narkoba lintas lapas dan jalanan kota Surabaya, serta kejanggalan hukum yang menjerat salah satu terdakwa dua kali untuk kasus yang sama.
Jejak Sabu dari Balik Jeruji Lapas Porong
Penyelidikan bermula ketika Nurul Afrillya menerima dua kantong sabu dari seorang narapidana bernama Viky di Lapas Porong. Transaksi itu bukan pembelian biasa melainkan “pengganti utang” senilai Rp750 ribu milik Sisilia Martha, rekan kos sekaligus sesama terdakwa.
Barang haram itu kemudian dikonsumsi dan sebagian dijual lagi dalam lingkar kecil mereka di kosan Jl. Dukuh Kupang Timur XVIII, Surabaya. Tak berhenti di situ, sehari sebelum penangkapan, para terdakwa juga membeli sabu tambahan seharga Rp300 ribu dari seorang pengedar yang dikenal dengan nama Trobel Boy, kini masuk daftar DPO (buron).
Polisi menyebut Trobel Boy sebagai penghubung antara pengguna lokal dan jaringan kecil lapas, dugaan yang kini tengah dikembangkan oleh penyidik Polrestabes Surabaya.
Transaksi Ekstasi Melalui Jaringan Online
Beberapa hari kemudian, Nurul dan rekannya meminta Stevany mencarikan ekstasi. Stevany menghubungi Feri Ariyanto alias Gepeng, seorang pengedar yang dikenal licin dan juga telah masuk DPO.
Transaksi berlangsung tanpa tatap muka. Lima butir pil ekstasi dipesan seharga Rp1,25 juta. Pembayaran dilakukan melalui transfer bank, dan pengiriman dilakukan secara terselubung lewat ojek online.
Cara ini mencerminkan pola baru dalam peredaran narkoba memanfaatkan kurir daring tanpa disadari mereka sedang membawa barang haram.
Penggerebekan Malam dan Bukti Lengkap
Malam 7 Juni 2025, tim dari Satresnarkoba Polrestabes Surabaya yang dipimpin Riza Pahlefi dan Dimas Mochammad Rifqi melakukan penggerebekan di rumah kos para terdakwa.
Hasil penggeledahan memperlihatkan aktivitas konsumsi sekaligus perantara jual beli. Polisi menemukan:
3 paket sabu (±0,122 gr, ±0,003 gr, ±0,045 gr)
Pipet kaca berisi sisa sabu (±0,001 gr)
2 butir ekstasi biru logo Kenzo (±0,723 gr)
2 butir ekstasi pink logo Chanel (±0,897 gr)
Alat hisap, sedotan, serta 3 ponsel (Vivo Y27, Samsung A06, Oppo A18).
Hasil uji Laboratorium Forensik Polri Cabang Surabaya memastikan semua barang bukti positif mengandung metamfetamina, zat aktif narkotika golongan I.
Kejanggalan: “Split Perkara” dan Nasib Nurul
Kuasa hukum terdakwa menilai ada kejanggalan prosedur dalam perkara ini. “Kasusnya satu peristiwa, satu lokasi, dan satu waktu. Tapi Nurul dijerat dua berkas perkara sabu dan ekstasi. Itu janggal,” ujar sang pengacara seusai sidang.
Menurutnya, Nurul bukan pengedar besar, melainkan pengguna sekaligus korban ketergantungan. Ia juga disebut tulang punggung keluarga, bekerja di counter handphone dan menanggung dua anak kecil.
“Hal yang memberatkan terdakwa adalah pernah dihukum dalam perkara yang sama dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkotika, ” Katanya.
Kalau aparat benar-benar ingin memberantas, seharusnya fokus ke jaringan besarnya. Trobel Boy dan Feri Ariyanto itu yang mestinya diburu, bukan hanya pengguna kecil seperti Nurul.
Jaringan Masih Misterius
Polisi hingga kini masih memburu dua nama yang diduga menjadi pengendali jaringan:
Trobel Boy, pemasok sabu di kawasan Sawahan.
Feri Ariyanto alias Gepeng, pengedar ekstasi yang kerap beroperasi lewat transaksi daring.
Sementara itu, sumber internal menyebutkan bahwa penyidik tengah menelusuri keterlibatan narapidana Lapas Porong dalam mengatur peredaran sabu dari balik jeruji.
Catatan Akhir
Kasus ini memperlihatkan wajah kompleks perdagangan narkoba di Surabaya di mana pengguna, perantara, hingga jaringan lapas saling terhubung.
Di tengah upaya penegakan hukum, muncul pula pertanyaan soal keadilan bagi pengguna kecil yang terseret dua kali dalam sistem hukum yang sama.
Sementara Viky, Trobel Boy, dan Feri Ariyanto alias Gepeng masih buron, publik menanti apakah penyidik mampu menembus lebih dalam dan mengungkap siapa sebenarnya otak di balik peredaran sabu lintas lapas ini dan ekstasi. Tok
Jumlah Pengunjung 11

9 hours ago
6
















































