Surabaya, Timurpos.co.id – Angka penularan HIV di Indonesia masih terbilang sangat tinggi, melansir data yang dirilis oleh Kemenkes pada Juni 2025 menyebutkan, jumlah Orang Dengan HIV (ODHIV) di Indonesia diperkirakan telah menyentuh angka 564.000 orang.
Dari angka tersebut ternyata baru 63% yang mengetahui statusnya, sementara 67% telah menjalani terapi antiretroviral (ARV), dan hanya 55% yang mencapai viral load tersupresi berarti virus tidak terdeteksi dan risiko penularan sangat rendah. Dengan kondisi ini, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah orang dengan HIV (ODHIV) dan rangking ke-9 untuk kasus infeksi baru HIV.
Di Surabaya sendiri merujuk data dari Dinkes angka temuan kasus baru HIV per bulan September 2025 terdeteksi sebanyak 872 kasus, dengan rincian usia 0-4 tahun sebanyak 3 kasus, usia 5-14 tahun 6 kasus, usia 15-19 tahun sebanyak 54 kasus, usia 20-24 tahun sebanyak 191 kasus, usia 25-49 kasus sebanyak 529 kasus, dan usia 50 tahun ke atas sebanyak 89 kasus.
Nah, untuk mencegah agar penularan virus berbahaya itu tidak semakin tinggi, diperlukan langkah kolaboratif antara pemangku kebijakan bersama masyarakat. Pelibatan elemen masyarakat yang terwadahi dalam Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) akan lebih efektif untuk menjangkau ODHIV dan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) sampai di level terbawah.
Yayasan Orbit Surabaya yang tergabung dalam Aliansi Surabaya Peduli AIDS dan TB (ASPA) tergerak menjadi katalisator keterpaduan pencegahan HIV AIDS antara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan OMS yang bersifat permanen. Pasalnya selama ini ada kesan antara OPD dan OMS berjalan dengan rel yang berbeda.
“Kita tahu bahwa sampai saat ini belum ada mekanisme kolaborasi yang bersifat formal antara OMS dengan OPD,” kata Istikah, Techical Officer Yayasan Orbit Surabaya saat konferensi pers yang berlangsung. Rabu (19/11/2025).
Pada kesempatan itu, dia menyinggung fenomena party gay yang melibatkan 34 orang di sebuah hotel di Kota Surabaya baru-baru ini, peristiwa itu menjadi sebuah alarm bahwa penanganan HIV harus dilakukan secara terorganisir melibatkan multipihak.
“Setelah dilakukan pemeriksaan hasilnya 29 orang dinyatakan positif HIV. Namun 27 di antaranya telah terdeteksi dan hanya 2 orang dengan kasus baru. Ini mengingatkan kita bahwa harus ada keterpaduan dalam pencegahan,” ucapnya.
Kerjasama itu beber dia, dilakukan dalam bentuk kontrak sosial dengan skema berbagi tugas, pertama OMS menjangkau komunitas yang tidak dapat dijangkau OPD, sementara yang kedua pemerintah memberikan fasilitasi agar kerja-kerja OMS dalam pendampingan lebih tepat sasaran.
“Dengan strategi ini pola penanganan HIV AIDS akan lebih efektif, terarah dan memiliki tujuan yang jelas,” tandasnya.
Orbit Surabaya berharap, kontrak sosial yang dibangun nantinya harus bersifat konkret dan selaras supaya tidak ada lagi tumpang tindih kewenangan saat pendampingan ODHIV dan ODHA di lapangan. Selanjutnya, diperlukan integrasi program pencegahan dan penanganan HIV antara OPD dengan OMS yang bersifat transparan.
Sementara itu dalam diskusi tersebut, sejumlah OPD menyambut baik gagasan yang dicetuskan oleh para OMS. Nantinya akan mengintensifkan lagi kolaborasi yang selama ini dibangun oleh OMS dalam bentuk rencana dan program pendampingan ODHIV dan ODHA.
“Kita akan banyak membangun sinergi yang baik antara OPD dengan teman-temab OMS yang ada di Kota Surabaya” kata Faisol, perwakilan Dinkes Surabaya.
Kegiatan press conference local media ini dihadiri oleh OPD Pemkot Surabaya antara lain Bappedalitbang, Dinkes, dan beberapa perwakilan kecamatan. Sementara pihak ASPA terdapat 6 OMS yang hadir seperti Yayasan Orbit Surabaya, Yayasan Gaya Nusantara, Yayasan Mahameru, Posbankum, Rekat Indonesia, JIP dan Yayasan Embun Surabaya. Tok/*
Jumlah Pengunjung 22

8 hours ago
12

















































