Surabaya, Timurpos.co.id – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana kompensasi desa kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Dalam persidangan tersebut, majelis hakim mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Prof. Sadjiono, yang dihadirkan oleh pihak terdakwa.
Di hadapan majelis hakim, Prof. Sadjiono yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Ubhara Surabaya menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan berdasarkan perintah atasan tidak otomatis dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Namun demikian, menurutnya, perintah atasan juga tidak serta-merta menghapus unsur perbuatan melawan hukum.
“Apabila seseorang melakukan perbuatan karena perintah pejabat yang berwenang, maka pertanggungjawaban pidananya harus dilihat secara menyeluruh. Perintah tersebut tidak serta-merta menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan yang dilakukan,” ujar Prof. Sadjiono dalam sidang, Rabu (17/12/2025).
Keterangan ahli tersebut berkaitan dengan perkara yang menjerat dua terdakwa, yakni Kepala Desa Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Moh. Saiful Bahri, serta mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sidokelar, Syafi’in. Keduanya didakwa terlibat dalam penyalahgunaan dana kompensasi desa yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD).
Usai mendengarkan keterangan ahli, majelis hakim melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan terdakwa. Syafi’in dalam keterangannya mengaku bahwa tindakannya berawal dari perintah Kepala Desa Sidokelar sebelumnya, Ahmad Zailani, yang menjabat pada periode 2013–2014. Ia menyebut dana kompensasi diterima saat kepala desa lama masih menjabat dan dirinya hanya menjalankan instruksi.
“Selama itu, uang kompensasi masuk ke rekening pribadi kepala desa dan sudah saya setorkan,” kata Syafi’in.
Sementara itu, Moh. Saiful Bahri menjelaskan bahwa dirinya menjabat sebagai Kepala Desa Sidokelar pada periode 2013–2018. Ia mengaku mengetahui adanya dana kompensasi dari PT Sari Dumai Sejati setelah mendapat penjelasan dari Syafi’in. Menurutnya, dana tersebut masuk ke rekening pribadi, namun bunga banknya telah dikembalikan dan sebagian dana digunakan untuk kepentingan desa, termasuk rencana pendirian BUMDes.
Meski demikian, Saiful Bahri juga mengakui sebagian dana sempat digunakan untuk kepentingan pribadi. Ia menyebut telah membuat pembukuan sederhana terkait penggunaan dana dan menegaskan dana sebesar Rp189 juta telah dikembalikan.
Dalam persidangan juga dihadirkan saksi meringankan, Muklis, yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Desa pada 2014. Ia mengaku mengetahui aliran dana kompensasi jalan desa lebih dari Rp400 juta yang diterima dari Bagus Sugianto dan kemudian diserahkan kepada Syafi’in atas perintah Kepala Desa Ahmad Zailani.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaan menyatakan bahwa Syafi’in bersama Moh. Saiful Bahri telah menyalahgunakan dana kompensasi sebesar Rp420 juta yang berasal dari PT Sari Dumai Sejati. Dana tersebut diberikan sebagai kompensasi penggunaan jalan desa oleh perusahaan dan seharusnya disetorkan ke kas desa.
Dalam dakwaan bernomor PDS-09/LAMON/08/2025, jaksa mengungkap bahwa pada Maret 2014 dana sebesar Rp380 juta ditransfer ke rekening pribadi Syafi’in, setelah sebelumnya Rp40 juta digunakan untuk pembayaran pesangon sejumlah perangkat desa. Dana tersebut disimpan hampir lima tahun dan menghasilkan bunga bank sebesar Rp58 juta yang dinikmati untuk kepentingan pribadi.
Pada Januari 2019, sisa dana kompensasi dipindahkan ke rekening pribadi Moh. Saiful Bahri. Namun, laporan penggunaan dana yang kemudian dibuat dinilai tidak memenuhi ketentuan karena tidak dilengkapi dokumen resmi, seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan bukti pengeluaran yang sah.
Berdasarkan hasil audit Inspektorat Kabupaten Lamongan tertanggal 11 Juli 2025, perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp382,3 juta.
Atas perbuatannya, JPU mendakwa Syafi’in melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sementara Moh. Saiful Bahri ditangani dalam berkas perkara terpisah.
Majelis hakim menunda persidangan dan akan melanjutkannya dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU pada Rabu (7/1/2026). “Sidang saya tutup dan ditunda dua minggu ke depan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Cokia Ana P. Oppusunggu. Tok
Jumlah Pengunjung 27

1 day ago
12
















































