Kejati Jatim Ambil Alih Tuntutan Kasus Perburuan Satwa di Taman Nasional Baluran

12 hours ago 7

Surabaya – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi mengambil alih tuntutan pidana dalam perkara perburuan satwa liar di kawasan konservasi Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo. Langkah tersebut diambil menyusul perhatian publik yang luas sekaligus sebagai bagian dari penyesuaian kebijakan hukum pidana nasional yang akan segera diberlakukan.

Pengambilalihan ini menegaskan komitmen Kejati Jatim dalam menegakkan hukum konservasi secara berimbang, dengan tetap memperhatikan kepastian hukum, perlindungan lingkungan hidup, serta rasa keadilan di tengah masyarakat.

Perkara tersebut menjerat terdakwa Masir, yang didakwa melanggar Pasal 40B ayat (2) huruf b juncto Pasal 33 ayat (2) huruf g Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Saiful Bahri Siregar, S.H., M.H., menjelaskan bahwa peristiwa bermula pada Rabu, 23 Juli 2025 sekitar pukul 08.00 WIB. Terdakwa berangkat dari rumah menuju Blok Widuri RPTN Balanan SPTNW I Bekol, Taman Nasional Baluran, Kecamatan Banyuputih, dengan mengendarai sepeda motor protolan tanpa nomor polisi.

Di lokasi tersebut, terdakwa membawa perlengkapan untuk menangkap burung cendet dengan alasan mencari madu sekaligus berburu. Sekitar pukul 11.00 WIB, terdakwa memasang jebakan berupa ranting yang diolesi getah dengan umpan jangkrik yang diikat pada lidi.

“Metode ini digunakan untuk menarik burung cendet agar hinggap, kemudian ditangkap dan dimasukkan ke dalam wadah dari bambu maupun daun kelapa. Aktivitas tersebut dilakukan di beberapa titik hingga terdakwa berhasil menangkap lima ekor burung cendet,” ujar Saiful Bahri Siregar, Kamis (18/12/2025).

Sekitar pukul 14.00 WIB, petugas patroli dari Pos Watunumpuk Taman Nasional Baluran melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa. Dari hasil pemeriksaan, petugas menemukan lima ekor burung cendet yang disimpan dalam bubung bambu, ketupat dari daun kelapa, serta jaring berwarna hitam. Seluruh barang bukti kemudian diamankan dan terdakwa dibawa ke Polres Situbondo untuk proses hukum lebih lanjut.

“Tindakan tersebut menimbulkan kerugian ekologis yang tidak ternilai bagi kawasan konservasi,” tegasnya.

Kelima ekor burung cendet yang disita selanjutnya dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya oleh petugas berwenang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di kawasan Taman Nasional Baluran.

Fakta persidangan juga mengungkap bahwa terdakwa bukan kali pertama melakukan perburuan satwa liar. Sejak tahun 2014 hingga 2025, terdakwa beberapa kali tertangkap petugas dengan indikasi kuat aktivitas perburuan, mulai dari ditemukannya bulu burung, jaring, hingga perekat pulut. Bahkan pada Juni 2024, terdakwa sempat tertangkap membawa tujuh ekor burung cendet dan hanya dikenai peringatan tertulis.

Dalam persidangan Kamis, 4 Desember 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fitri Agustina Trianinggsih dari Kejaksaan Negeri Situbondo menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun, dikurangi masa tahanan. Sejumlah barang bukti dikembalikan kepada terdakwa, sementara alat-alat perburuan dirampas untuk dimusnahkan.

Pada 11 Desember 2025, penasihat hukum terdakwa mengajukan nota pembelaan (pledoi) yang kemudian ditanggapi Penuntut Umum melalui replik dalam sidang lanjutan 18 Desember 2025.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur selanjutnya mengambil alih tuntutan pidana tersebut dengan mempertimbangkan asas futuristik, seiring pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional (UU Nomor 1 Tahun 2023) yang efektif mulai 2 Januari 2026, serta Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang disahkan DPR pada 8 Desember 2025.

Penyesuaian ini bertujuan meningkatkan efektivitas penegakan hukum, memperkuat perlindungan hak asasi manusia, serta menyelaraskan sistem pemidanaan dengan perkembangan zaman, termasuk peninjauan pidana minimum khusus dalam undang-undang sektoral tanpa mengurangi komitmen perlindungan lingkungan hidup.

Pengambilalihan tuntutan ini menjadi sinyal bahwa penegakan hukum konservasi tidak semata berorientasi pada pemidanaan, tetapi juga diarahkan pada keberlanjutan kebijakan hukum nasional yang adil, adaptif, dan berwawasan lingkungan. Kejati Jatim menegaskan komitmennya menjaga keseimbangan antara kepastian hukum, perlindungan ekosistem, dan rasa keadilan masyarakat.  Tok

Jumlah Pengunjung 8

Read Entire Article
Aceh Book| Timur Page | | |