loading...
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa berbicara dalam acara Editorial Forum: Mendorong BBM Berkualitas di Indonesia di Jakarta, Selasa (17/12/2024). FOTO/M Faizal
JAKARTA - Penerapan bahan bakar minyak ( BBM ) dengan standar Euro 4 dinilai sudah harus mulai diterapkan meski secara bertahap di kota-kota besar Indonesia untuk menekan polusi udara. Hal itu penting untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 atau pun untuk menggapai target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintah.
Dalam Editorial Forum bertajuk "Mendorong BBM Berkualitas di Indonesia" yang digelarInstitute for Essential Services Reform (IESR) bersama Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI), Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), dan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Selasa (17/12/2024), terungkap bahwa peningkatan kualitas BBM berdampak langsung terhadap peningkatan aspek lingkungan, kesehatan dan juga ekonomi.
Berdasarkan kajian yang dilakukan IESR di Jabodetabek, penerapan BBM berstandar Euro4 mulai dari 2025 hingga 2030 dapat mengurangi polusi udara, termasuk menurunkan polutan particulate matter (PM) 2,5 hingga 96% serta SOx, NOx hingga 82-98%. Sebaliknya, tanpa perubahan, beban polusi dari kendaraan diestimasi akan meningkat sekitar 30-40% pada 2030 seiring meningkatnya jumlah kendaraan dan aktivitas transportasi.
Diketahui, BBM Euro 4 memiliki kandungan sulfur setara 50 ppm. Sementara, lebih dari 90% BBM yang beredar di pasar Indonesia masih memiliki kandungan sulfur tinggi, mencapai 150-2.000 ppm, tergantung jenisnya. Tingginya kandungan sulfur dalam BBM tersebut menyebabkan penurunan kualitas udara, yang pada akhirnya menimbulkan masalah kesehatan, dan berujung padatingginya biaya pengobatan.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan, polusi udara di Jakarta telah menambah beban biaya kesehatan terkait polusi seperti pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan penyakit jantung iskemik. Data BPJS menunjukkan, klaim pengobatan terkait polusi udara di Jakarta hampir mencapai Rp1,2 triliun pada 2023, dengan penyakit jantung iskemik berkontribusi sebesar Rp471 miliar dan penyakit influenza, serta pneumonia sebesar Rp409 miliar. Tak hanya menimbulkan biaya untuk pengobatan, turunnya tingkat kesehatan akibat polusi menurutnya juga menekan produktivitas, yang akan menjadi penghambat tercapainya cita-cita Indonesia Emas 2045 yang harus didukung sumber daya manusia yang sehat dan produktif.
"Karena itu, Indonesia perlu segera menerapkan Euro4 dengan didukung kebijakan yang terintegrasi, disertai dengan pengawasan dan penegakan aturan yang ketat. Pemerintah perlu memastikan kesiapan kilang domestik untuk memenuhi BBM Euro 4. Meski membutuhkan investasi signifikan, kolaborasi pemerintah dan swasta dalam teknologi serta infrastruktur kilang akan membawa manfaat yang jauh lebih besar bagi lingkungan, kesehatan, dan ekonomi,"ujar Fabby.
Analis Kebijakan Lingkungan IESR Ilham RF Surya dalam pemaparannya mengakui bahwa penerapan Euro 4 akan berimplikasi pada peningkatan biaya produksi BBM sekitar Rp200-Rp500 per liter. Karena itu, tegas dia, pemerintah perlu mempersiapkan ruang fiskal untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari penerapan Euro 4 tersebut. Pemerintah menurutnya juga perlu menyiapkan skema pembiayaan peningkatan biaya produksi BBM dengan berbagai skenario, apakah ditanggung oleh pemerintah, dibebankan kepada konsumen atau dengan membatasi akses BBM bersubsidi bagi kelompok masyarakat tertentu.
Di sisi lain, kata Ilham, peningkatan biaya produksi BBMjuga akan dibarengi dengan turunnya biaya kesehatan dengan membaiknya kualitas udara. Hal itu dapat "mengurangi" beban kenaikan biaya produksi BBM berstandar Euro 4. "Total penurunan beban biaya dari pengurangan klaim BPJS untuk pengobatan ketiga penyakit ini pada 2030 diperkirakan mencapai Rp550 miliar dengan rincian pneumonia sebesar Rp246 miliar, jantung iskemik sebesar Rp268 miliar, dan PPOK Rp36 miliar," jelas Ilham.
Dalam diskusi tersebut, Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah sepakat untuk meningkatkan kualitas BBM secara bertahap sesuai peta jalan yang ada. Dia menambahkan, upaya itu juga dibarengi denganberbagai kebijakan lain yang juga mengarah pada upaya menekan polusi yang berasal dari sektor transportasi. "Pemerintah juga mendorongkebijakan lain seperti misalnya konversi motor konvensional menjadi motor listrik, atau pengembangantransportasi publik lainnya. Intinya bukan hanya dari BBM, tapi juga aspek-aspek lainnya," papar Mirza.
(fjo)