Surabaya, Timurpos.co.id – Di tengah upaya pencegahan dan penanggulangan HIV, pemerintah daerah (pemda) didorong berakselerasi bersama Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sebagai langkah nyata untuk memutus rantai penyebaran dan penularan virus berbahaya itu di Kota Pahlawan.
Keterlibatan kedua elemen itu diharapkan mampu mendorong kerjasama konstruktif melalui edukasi dan pendampingan terhadap Orang Dengan HIV (ODHIV) maupun upaya sosialisasi lainnya untuk mengliminir kurva penularan HIV yang angkanya terus terkatrol tiap tahunnya.
Istikah, Techical Officer Yayasan Orbit Surabaya menyebut, diperlukan adanya skema kerjasamanya konkret antara OMS dengan OPD dalam pendampingan ODHIV. Selain untuk menunjang kelanjutan sinergitas juga untuk mendorong keberlangsungan OMS.
“Sehingga untuk keberlanjutan pendampingan terhadap ODHIV sekaligus TB maka sangat diperlukan kerjasama antara organisasi perangkat daerah dengan OMS,” kata Tika dalam kegiatan press conference local media yang dihelat di Viaduct By Gubeng Surabaya pada Rabu (17/9/2025).
Ia mengimbuhkan, salah satu langkah kolaboratif itu ditempuh dengan skema Swakelola Tipe III yang diharapkan akan menjangkau populasi kunci yang kerap terdiskriminasi akibat tertular HIV. Pasalnya, peran organisasi masyarakat yang sudah sekian lama concern terhadap isu-isu HIV dinilai bakal menjangkau ODHIV sampai ke akar rumput.
Dia juga mengakui, sejauh ini Yayasan Orbit Surabaya bersama sejumlah OMS lainnya yang tergabung dalam Aliansi Surabaya Peduli AIDS dan TB (ASPA) melakukan kerja-kerja pendampingan terhadap ODHIV pasien serta penyintas TB tanpa dukungan budget yang bersumber dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Meski terkesan kerja secara parsial, Orbit dan OMS lainnya tak pernah patah arang mendampingi populasi kunci melalui berbagai skema pendekatan.
“Tapi jika ada kerjasama dengan skema (Swakelola Tipe III) itu tentu akan lebih baik,” ucap perempuan asli Kediri tersebut.
Untuk itu, lanjut Tika, pihaknya mendorong agar pemda mulai tergerak menggandeng OMS melalui program Swakelola Tipe III, agar pola-pola pendampingan terhadap ODHIV dan penyintas TB dapat dilakukan secara terprogram, terstruktur, komprehensif dan berkelanjutan.
Kerjasama antara pemerintah bersama OMS dalam mengelola dana yang bersumber dari APBN atau APBD sesungguhnya telah memiliki sandaran hukum yang kokoh. Antara lain Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Regulasi lain juga membuka peluang kerjasama seperti pada Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola.
Kedua beleid ini mengulas ihwal pembagian swakelola dalam 4 tipe. Secara spesifik, mekanisme kerjasama antara Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dengan OMS termasuk dalam swakelola tipe III. Itu artinya kemitraan strategis itu membuka ruang aktualisasi swakelola tipe III agar dapat dijalankan.
Kendati landasan yuridis dan asas kemanfaatannya telah jelas, hingga kini Pemkot Surabaya tak kunjung melibatkan OMS secara langsung dalam mekanisme swakelola tipe III. Pemkot Surabaya yang diwakili sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di antaranya Bakesbangpol, Bappedalitbang, Dinkes, Dinsos dan DP3APPKB berdalih masih mengkaji skema Swakelola Tipe III.
“Kami masih mempelajari mekanismenya dan melihat profil organisasi masyarakatnya,” ucap Fajrin, perwakilan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya.
Namun ketika ditanya peluang kerjasama bersama OMS dengan skema Swakelola Tipe III, pihaknya pun masih belum bisa memastikan apakah bisa direalisasikan pada tahun depan. “Belum tahu ya,” ujarnya.
Sekadar informasi, beberapa pemda di kota lainnya telah aware terhadap pola kerjasama antara pemerintah bersama OMS melalui program Swakelola Tipe III sebagai langkah untuk menanggulangi penyebaran HIV agar lebih terstruktur dengan baik. Di antara pemda itu antara lain Kota Denpasar, Kota Medan, Kota Bandung dan Kota Kediri.
Sementara itu mengutip data yang dirilis Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kemenkes pada Juni 2025 menyebutkan, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah orang dengan HIV (ODHIV), serta peringkat ke-9 untuk infeksi baru HIV.
Kemenkes juga memperkirakan terdapat sekitar 564.000 ODHIV pada tahun 2025, namun baru 63% yang mengetahui statusnya. Dari jumlah tersebut, 67% telah menjalani terapi antiretroviral (ARV), dan hanya 55% yang mencapai viral load tersupresi artinya virus tidak terdeteksi dan risiko penularan sangat rendah. (***)
Jumlah Pengunjung 37