Mojokerto, Timurpos.co.id- Ketika masyarakat menghadapi masalah, tugas kepala desa salah satunya meliputi penyelesaian konflik skala kecil seperti perselisihan antar warga, penjagaan ketertiban dan keamanan, serta pembinaan kemasyarakatan seperti mensosialisasikan pentingnya hak dan kewajiban warga.
Kepala Desa juga perlu berkoordinasi dengan perangkat desa, tokoh masyarakat, dan instansi yang berwenang untuk mencari solusi yang tepat. Karena tugas utamanya adalah menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh.
Namun dari sedikit tugas dan wewenang Kepala Desa kepada masyarakatnya yang pada saat ini berjuang melawan keserakahan yang diduga dilakukan sekelompok orang yang tak bertanggung jawab, semua itu tidak dirasakan oleh puluhan petani di Desa Sumber Girang, Kec. Puri, Kab. Mojokerto yakni Siswayudi.
Keresahan dan ketakutan puluhan petani pada saat ini berawal dari adanya pembebasan lahan pertanian yang ada di kawasan wilayah dua desa yakni Desa Tumapel dan Desa Sumber Girang pada tahun 2019 menjelang akhir tahun.
Adapun lahan yang berhasil dibebaskan sekelompok perangkat desa yang mengaku sebagai panitia yakni 9 petak masuk wilayah Desa Tumapel dan 28 petak masuk wilayah Desa Sumber Girang yang total keseluruhannya ada 37 petak dengan luas keseluruhan 7,5 hektar.
Adapun pada saat itu sekelompok perangkat desa yang mengaku sebagai panitia diketuai oleh Soponyono yang pada saat itu sebagai Sekretaris Desa Sumber Girang, sebagai anggota terdiri dari Kepala Dusun Sumberejo, Samsul Arif, Kepala Dusun Tempuran, M. Ainun Ridho dan dua warga Tumapel yakni Krisno Murti dan Gigih Lukman.
Pada saat adanya kesepakatan antara pihak petani dan yang mengaku panitia, petani sama sekali tidak merasa khawatir mengingat yang berperan jadi panitia adalah perangkatnya sendiri. Apalagi yang mengesahkan dan menyetujui surat perjanjian pembayaran pembelian tanah sebesar Rp. 600.000.000 salah satunya diduga Kadesnya sendiri, Siswayudi yang ditanda tangani pada tanggal 10 Ferbruari 2020.
“Tidak mungkin tega pimpinan dan pejabat desa membohongi masyarakatnya, perasaan petani pada saat itu,” ungkap salah satu petani.
Keyakinan para petani semakin besar ketika mengetahui yang menjadi saksi di AJB (akta jual beli) pada tanggal 17 Ferbruari 2020 yakni para panitia dan Siswayudi (Kades Sumber Girang).
Maka pada saat itu, apapun arahan dari panitia semua dilakukan oleh para petani. Namun sayang, apa yang diharapkan oleh petani kini jauh dari harapan pada saat itu. Ketika pembayaran belum terselesaikan sepenuhnya, petani merasa tidak ada peran sedikipun dari kepala desa untuk membantu kesulitan dalam menuntut sisa pembayaran tanahnya.
Pada saat di konfirmasi awak media, Siswayudi berkali-kali mengatakan tidak tahu proses awal terjadinya transaksi.
“Tahu – tahu terjadi konflik antara panitia dengan petani,” terangnya.
Dari apa yang dirasakan para petani saat ini, para petani akan terus berjuang dengan segala cara untuk mendapatkan haknya, mengingat kepala desa yang mereka anggap sebagai bapak sekaligus pimpinan seakan tidak peduli dengan apa yang dirasakan masyarakatnya.
Untuk itu, selain berdoa, para petani berharap ada pihak terkait yang sudi membantu perjuangannya, tak lupa para petani berterima kasih kepada para jurnalis/media yang sejauh ini dengan tulus membatu menyampaikan keluh kesahnya melalui karya tulisnya dengan harapan bisa di dengar oleh aparat terkait dan sudi membantu solusi penyelesaian yang terbaik. ***
Jumlah Pengunjung 10